Opini: Prabowo Pecundang Atau Petarung Sejati ?

- 11 Mei 2022, 20:30 WIB
Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kemeja putih tengah).
Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kemeja putih tengah). /Instagram/@kemhanri

Apalagi sebagai Menteri Pertahanan kinerjanya pun termasuk yang paling baik. Publik itu sudah jenuh dengan pencitraan. Saat ini, kinerja yang dapat dijadikan tolak ukur penilaian apakah seorang tokoh itu memang pantas untuk maju dalam perhelatan pemilu, bukan alasan yang lainnya.

Publik juga sudah jenuh dengan polarisasi yang semakin tajam. Kasus HRS dan AA bisa dijadikan contoh terjadinya pembelahan masyarakat yang saling caci. Proporsi pemilih kita ada di tengah. Yang kadrun atau terlalu kadrun lebih suka Anies. Sebaliknya, yang cebong atau terlalu cebong preferensinya ke Ganjar.

Prabowo potensial bisa menjadi jalan tengah untuk meminimalisir segregasi politik

Prabowo sekarang ini posisinya di tengah yang bisa menstabilkan politik identitas dan SARA, justru karena masuk dalam lingkaran kekuasaan. Bisa dibayangkan jika Ganjar atau Anies yang menjadi pemimpin nasional. Saling olok antara 'cebong' dan 'kadrun' cenderung semakin tajam dan kontrapoduktif bagi bangsa Indonesia.

Sekarang pertanyaan pentingnya:
Apakah Prabowo akan lebih tinggi elektabilitasnya jika masih berada di luar pemerintahan ?

Jawabannya: belum tentu. Menjadi oposisi atau opsi bergabung ke dalam pemerintahan, Prabowo tetap akan menghadapi gelombang kebencian. Entah itu diisukan sebagai pelanggar ham (2014), anti keberagaman (2019), atau nanti dimainkan isu pengkhianat (2024). Tetapi itu semua omong kosong dan sulit terbukti. Sama seperti digulirkannya wacana 'political labelling' bahwa capres yang tua itu pasti otoriter dan capres yang relatif berusia muda itu pasti demokratis. Ngawur. Belum tentu.

Lalu bagaimana dengan kekecewaan pendukungnya dulu di Pilpres 2019?

Well, kecewa itu lumrah, tetapi pasti ada obatnya. Safari lebaran Prabowo ke Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah salah satu awal dari obatnya. Seperti melihat gelas setengah kosong. Yang negatif thinking akan memandang setengah kosongnya. Tetapi yang positif akan bersyukur karena terisi air setengah penuhnya. Realitas menunjukkan bahwa pada kontestasi pemilu semua kandidat yang maju tetap akan didukung oleh komunitas muslim.

Bahkan Jokowi maju di Pilpres 2019 juga dengan strategi menggandeng tokoh NU, Ma’ruf Amin. Pengalaman dari Pilpres menunjukkan bahwa komunitas pemilih muslim tidak pernah terkonsentrasi pada satu pasangan kandidat saja, tetapi pada semua pasangan calon. Bahkan pendukung Jokowi yang masih cukup besar juga berpeluang pilihannya bermigrasi kepada Menhan RI ini jika maju lagi di Pilpres 2024.

Prabowo itu justru sosok yang paling tidak disukai oleh oligarki. Bahkan Prabowo malah selalu di jegal oleh oligarki. Munculnya calon-calon yang sekarang di karbitkan dan tidak memiliki basis yang kuat, justru merupakan makanan empuk bagi oligarki.

Halaman:

Editor: Asran


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah