Polemik Sistem Pemilu Terbuka atau Tertutup, Ini Kata Ujang Komarudin!

- 31 Mei 2023, 11:54 WIB
Ujang Komarudin
Ujang Komarudin /

SUARASOPPENG - Sistem pemilu tertutup atau terbuka masih terus menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat saat ini, Rabu 31 Mei 2023.

Kini muncul informasi terbaru dari pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana yang mengaku mendapatkan informasi penting dari orang yang terpercaya di Mahkamah Konstitusi (MK).

Denny menyebut enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup. Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion. Ia pun mengklaim informasi itu ia dapatkan dari pihak yang kredibel.

Baca Juga: Sukses Program Peremajaan Sawit Rakyat, IDP Panen Perdana

Buntut dari dugaan itu, publik hingga pejabat reaktif. Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR juga kembali mengadakan pertemuan pada Selasa (30/5).

Mereka menegaskan kesepakatan untuk menolak sistem proporsional tertutup alias coblos partai. Hanya Fraksi PDIP yang tidak ikut serta karena mereka menginginkan sistem proporsional tertutup yang akan diterapkan dalam Pemilu di Indonesia.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai sistem coblos partai itu tidak cocok diterapkan dengan kondisi perpolitikan di Indonesia saat ini.

Ujang menilai modernisasi, kaderisasi, dan reformasi belum terjadi dalam tubuh masing-masing partai politik (parpol).

Ia pun menilai mayoritas parpol di Indonesia masih menganut budaya korup hingga nepotisme. Kondisi itu kemudian menyuburkan kekuasaan pimpinan parpol yang seolah tak terbatas.

Baca Juga: Ketua KONI Luwu Utara dan Istri Langsung Terima KTP dan KK Baru di Resepsi Pernikahan,

Dengan demikian, apabila sistem tertutup dianut, maka parpol akan memiliki kekuasaan otonom tertinggi dan dikhawatirkan akan melanggengkan dinasti politik.

Sebab pimpinan parpol bisa saja memilih caleg dengan mengesampingkan kualitas dan loyalitas kader.

"Kalau saat ini diberlakukan bahaya sistem proporsional tertutup. Dikhawatirkan ada penguatan, kekuasaan di tangan dinasti politik dan oligarki politik, nanti isinya itu ya," kata Ujang.

Ujang menyebut tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan tidak seharusnya kembali diutak-atik. Gugatan pemilu dan bakal putusannya dikhawatirkan akan menyebabkan ekskalasi masyarakat hingga kemungkinan terburuk tahapan pemilu yang tidak sesuai jadwal alias diundur.

Para caleg yang sudah mendaftar pun kemungkinan juga akan berbondong-bondong mundur lantaran sudah mengetahui probabilitas keterpilihan dirinya di internal partai sendiri.

"Nah kalau terbuka, semua caleg akan bertanding mati-matian agar menang. Dengan terbuka mereka ada spirit fighting untuk memenangkan diri dan partainya. Fighting untuk bertemu rakyat, berkampanye, bersosialisasi, membantu masyarakat agar bisa menang,"terangnya.

Baca Juga: Rachel Maryam Harap RUU ITE Mengakomodir Kepentingan Rakyat dan Negara

Di sisi lain, Ujang menyadari sistem proposional terbuka juga memiliki sejumlah kekurangan seperti persaingan internal kader, politik uang yang memanas, hingga parpol yang entengnya mengusung caleg dengan hanya bermodal popularitas tinggi di masyarakat.

Namun demikian, Ujang tetap menilai sistem proporsional terbuka setidaknya tidak menutup kanal partisipasi publik yang lebih besar karena masyarakat bakal memilih calon legislatif sendiri.

Selain itu, ia khawatir sistem tertutup justru berpotensi sebagai wujud baru kemunduran demokrasi.

Ujang selanjutnya juga mewanti-wanti apabila MK mengabulkan gugatan atau mengembalikan ke sistem proporsional tertutup, maka ada pelanggaran terhadap prinsip dasar open legal policy.

Baca Juga: Pilpres 2024 Itu Tak Lagi Sama

Baca Juga: Andi Ritamariyani Sebut Pencanangan Sekolah Lansia di Wajo Pertama di Sulsel

Sebab kewenangan untuk menentukan sistem pemilu adalah milik pembuat UU antara lain Presiden, DPR.

"MK pada 2008 itu sudah memutuskan terbuka gitu, masa hanya karena usahakan intervensi politik, karena kepentingan partai tertentu masa lalu dijadikan tertutup, ini lucu," kata Ujang,

"Apalagi tadi tahapan-tahapan Pemilu sudah berjalan, itu akan menghancurkan tahapan-tahapan Pemilu dan merusak sistem yang sudah ada. Karena itu, ya mestinya MK jangan merasa benar sendiri, harus berbuat adil dalam konteks itu sendiri," imbuhnya.***

Editor: Silmi Akhsin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x