SEKETIKA LAHIR PERPU CIPTA KERJA, MODUS BERLINDUNG DIBALIK SEHELAI DAUN

- 2 Januari 2023, 15:16 WIB
Profil dan biodata Desmond Mahesa
Profil dan biodata Desmond Mahesa /Instagram.com/ @desmondjunaidimahesa

Pertama, Karena adanya alasan mendesak untuk adanya sebuah ketentuan hukum dalam bentuk Perpu sebab kalau dibuat dalam bentuk Undang Undang akan memakan waktu lama. Artinya saat ini ada keadaan yaitu kebutuhan mendesak terbitnya Perpu Cipta Kerja untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat sesuai Putusan MK No 138/PUU-VII/2009, yang saat itu di tandatanganinya selaku Ketua MK.

Kedua Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai atau belum memenuhi kebutuhan yang ada.Mahfud menyebut saat ini ada kebutuhan mendesak penerbitan Perpu Cipta Kerja dan kegentingan memaksa, yakni untuk menyelesaikan masalah kekosongan hukum secara cepat dengan menerbitkan undang -undang."Tapi Undang Undang yang dibutuhkan belum ada sehingga ada kekosongan hukum atau Undang Undang yang ada tidak memberikan kepastian hukum," terangya sebagaimana dikutip media.

Ketiga kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan yakni dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja."Sebab itu pemerintah memandang, ada cukup alasan menerbitkan Perpu Nomor 2 tahun 2022 berdasarkan pada alasan mendesak sebagaimana yang telah  disampaikan oleh Menko perekonomian," imbuhnya.

Seperti halnya Airlangga, Menko Polhukam Mahfud Md juga menegaskan bahwa putusan MK yang menyatakan Undang Undang Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional secara bersyarat gugur usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Alasannya Mengada-ada ?

Alasan terbitnya Perpu seperti disampaikan oleh Airlangga maupun Mahfud MD ternyata panen kritikan dari para akademisi, pengamat hukum tata negara bahkan rakyat jelata. Kalau keluarnya Perpu dikatakan karena adanya risiko geo politik terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina yang belum selesai, dan tidak diketahui kapan berakhirnya, bukankah selama ini Pemerintah sering mengklaim Indonesia ekonominya kuat sehingga “kebal” dari krisis yang akan melanda ?

Lain lagi alasan yang disampaikan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Menurut Lembaga ini, penerbitan Perpu  dianggap tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perpu yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, adanya kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan Undang Undang  seperti biasa.

YLBHI menilai penerbitan Perpu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi negara, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan yang sekarang berkuasa. Ini semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK.

Presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik untuk berpartisipasi didalamnya. Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis sebagagaimana amanat Undang Undang Dasar 1945.

Senada dengan YLBHI,Pengajar Sekolah Tiggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti,  juga mengkritik Perpu ini melalui pernyatannya sebagaimana di kutip media.Bivitri menyebut alasan penerbitan Perpu ini menggambarkan pola pikir yang benar-benar pro pengusaha dengan menabrak hal-hal prinsipil yang seharusnya di jadikan acuannya. Ia menyoroti dua kesalahan dari segi hukum tatanegara.

Halaman:

Editor: Usman, S.Pd


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah