SEKETIKA LAHIR PERPU CIPTA KERJA, MODUS BERLINDUNG DIBALIK SEHELAI DAUN

- 2 Januari 2023, 15:16 WIB
Profil dan biodata Desmond Mahesa
Profil dan biodata Desmond Mahesa /Instagram.com/ @desmondjunaidimahesa

Pertama, Putusan MK 91 Tahun 2020 memutus bahwa Undang Undang  Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sampai 25 November 2023 atau 2 tahun setelah putusan dibaca. "Artinya, bahkan Undang Undang itu tidak bisa dilaksanakan, tidak punya daya ikat, jadi buat apa keluarkan Perpu untuk revisi sebagian ini?" kata dia. Sehingga, Bivitri menyebut penerbitan Perpu ini menguatkan dugaannya bahwa pemerintah memang mengabaikan putusan MK. "Serta  melaksanakan terus Undang Undang Cipta Kerja itu," ujarnya.

Kedua, Bivitri menyebut tidak ada kegentingan memaksa seperti yang ditentukan dalam Pasal 22 UUD 1945 yang mengatur soal Perpu, maupun seperti yang ditetapkan dalam Putusan MK 139 tahun 2009. "Jelas-jelas saat ini hanya sedang liburan akhir tahun dan masa reses DPR, tidak ada kegentingan memaksa yang membuat presiden berhak mengeluarkan Perpu," kata dia.

Untuk itu, Bivitri melihat Jokowi ingin mengambil jalan pintas dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja : "Supaya keputusan politik pro pengusaha ini cepat keluar, menghindari pembahasan politik dan kegaduhan publik. Ini langkah culas dalam demokrasi. Pemerintah benar-benar membajak demokrasi," kata dia seperti dikutip media.

Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang Feri Amsari menilai tindakan Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpu tentang Cipta Kerja adalah inkonstitusional karena Undang Undang Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Kemudian MK mengamanatkan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun hingga 25 November 2023."Ini jelas-jelas langkah inkonstitusional yang ditempuh oleh presiden. Padahal, MK meminta perbaikan dua tahun Undang Undang tersebut," ujar Feri seperti dikutip  CNNIndonesia.com Jumat (30/12/22).

Karena penerbitan Perpu yang dianggap inkonstitusional tersebut pada akhirnya ahli hukum tata negara Refly Harun meminta kepada DPR supaya menolak Perppu tentang Cipta Kerja. Sebab, terang dia, MK mengamanatkan Undang Undang Cipta Kerja agar diperbaiki bukan dengan mengeluarkan Perppu tentang Cipta Kerja.

Secara yuridis formal, sebuah Perpu yang dikeluarkan oleh Presiden agar bisa menjadi Undang Undang memang harus mendapatkan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Dalam kaitan ini karena penerbitan Perpu dinilai melawan hukum maka sejumlah pakar hukum berharap DPR akan menolaknya.

Tetapi apakah nanti DPR akan menolak Perpu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang Undang sebagaimana harapan para pengamat hukum tata negara ?. Kalau melihat konstelasi politik yang ada di DPR saat ini rasanya cukup sulit untuk memenuhi harapan bahwa DPR akan menolaknya. Karena diakui atau tidak Lembaga wakil rakyat itu saat ini sudah “Seiring sejalan dan seia sekata” dengan pemerintah yang sedang berkuasa.

Nyaris tidak ada perlawanan yang berarti dilembaga perwakilan tersebut karena hampir semua partai sudah “samikna waatokna” dengan pemerintah yang berkuasa sehingga kelembagaan wakil rakyat sudah mirip mirip kondisinya dengan Lembaga DPR jaman orde baru (Orba) berkuasa. Lembaga perwakilan yang hanya menjadi stempel pemerintah belaka.

Sepertinya keluarnya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini akan terus bergulir menambah catatan panjang tentang produk produk hukum yang dinilai kontroversial dalam proses kelahirannya seperti seperti Undang Undang Mineral dan Batubara (Minerba), Undang Undang Ibukota Negara  (IKN), Undang Undang  Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi Unang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) yang melemahkan, Revisi Undang Undang  Mahkamah Konstitusi (MK), Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana( KUHP), dan kebijakan-kebijakan lainnya.

Berlindung Dibalik Sehelai Daun

Halaman:

Editor: Usman, S.Pd


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah