PB SEMMI Nilai Surat Edaran MA Tak Bisa Selesaikan Konflik Nikah Beda Agama

19 Juli 2023, 18:42 WIB
LBH PB SEMMI, Gurun Arisastra /Silmi Akhsin/

SUARASOPPENG - Ketua bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI), Gurun Arisastra memberikan sentilan kepada Mahkamah Agung (MA) terkait polemik nikah beda agama.

Menurutnya, Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan yang dikeluarkan oleh MA tak bisa menyelesaikan masalah.

“Surat Edaran Mahkamah Agung itu bukan produk UU, secara hukum kekuatan surat edaran tidak mengikat bagi hakim, tidak ada kewajiban mematuhi surat edaran dan juga tidak ada sanksi jika tidak mematuhi surat edaran,” kata Gurun kepada wartawan SUARASOPPENG di Jakarta, Rabu (19/7).

Baca Juga: Deklarasi Dukung Prabowo di Pilpres 2024, BRIK 08 Siap Bergerak Bersama Rakyat

Gurun menilai Surat edaran hanya bersifat pemberitahuan, bukan perintah.

"Dalam hierarki peraturan perundang-perundangan, surat edaran bukan produk UU, tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, Surat Edaran itu bersifat pemberitahuan bukan perintah." Ujar Gurun

Oleh sebab itu, ia menilai apa yang dilakukan oleh MA yang seolah-olah ingin mengatasi polemik pernikahan beda agama hanya buang-buang energi saja.

“Jadi percuma jika surat edaran dibuat namun UU Administrasi Kependudukan tidak direvisi,” ujarnya.

Baca Juga: Jenis Aromaterapi untuk Obat Batuk

"Sepanjang UU Administrasi Kependudukan tidak direvisi, maka sepanjang itu pula hakim punya dasar hukum mengabulkan nikah beda agama sekalipun bertentangan dengan UU yang lain atau diatasnya."

Bagi Gurun, langkah konkret dari upaya mengentaskan masalah pernikahan beda agama hanya bisa dilakukan dengan melakukan revisi terhadap Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

“Untuk menyelesaikan nikah beda agama hanya bisa diselesaikan dengan merevisi undang-undang administrasi kependudukan, masalahnya terletak pada pasal 35" pungkasnya.***

Editor: Silmi Akhsin

Tags

Terkini

Terpopuler